Senin, 31 Januari 2011

Walisongo-sunan bonang

Walisongo-sunan bonang - Sunan Bonang
Ia anak Sunan Ampel, yang berarti
juga cucu Maulana Malik Ibrahim.
Nama kecilnya adalah Raden
Makdum Ibrahim. Lahir
diperkirakan 1465 M dari seorang
perempuan bernama Nyi Ageng
Manila, puteri seorang adipati di
Tuban.
Sunan Bonang belajar agama dari
pesantren ayahnya di Ampel
Denta. Setelah cukup dewasa, ia
berkelana untuk berdakwah di
berbagai pelosok Pulau Jawa.
Mula-mula ia berdakwah di Kediri,
yang mayoritas masyarakatnya
beragama Hindu. Di sana ia
mendirikan Masjid Sangkal Daha.
Ia kemudian menetap di Bonang -
desa kecil di Lasem, Jawa Tengah -
sekitar 15 kilometer timur kota
Rembang. Di desa itu ia
membangun tempat pesujudan/
zawiyah sekaligus pesantren yang
kini dikenal dengan nama Watu
Layar. Ia kemudian dikenal pula
sebagai imam resmi pertama
Kesultanan Demak, dan bahkan
sempat menjadi panglima
tertinggi. Meskipun demikian,
Sunan Bonang tak pernah
menghentikan kebiasaannya
untuk berkelana ke daerah-
daerah yang sangat sulit.
Ia acap berkunjung ke daerah-
daerah terpencil di Tuban, Pati,
Madura maupun Pulau Bawean. Di
Pulau inilah, pada 1525 M ia
meninggal. Jenazahnya
dimakamkan di Tuban, di sebelah
barat Masjid Agung, setelah
sempat diperebutkan oleh
masyarakat Bawean dan Tuban.
Tak seperti Sunan Giri yang lugas
dalam fikih, ajaran Sunan Bonang
memadukan ajaran ahlussunnah
bergaya tasawuf dan garis salaf
ortodoks. Ia menguasai ilmu fikih,
usuludin, tasawuf, seni, sastra dan
arsitektur. Masyarakat juga
mengenal Sunan Bonang sebagai
seorang yang piawai mencari
sumber air di tempat-tempat
gersang.
Ajaran Sunan Bonang berintikan
pada filsafat 'cinta'('isyq). Sangat
mirip dengan kecenderungan
Jalalludin Rumi. Menurut Bonang,
cinta sama dengan iman,
pengetahuan intuitif (makrifat)
dan kepatuhan kepada Allah SWT
atau haq al yaqqin. Ajaran
tersebut disampaikannya secara
populer melalui media kesenian
yang disukai masyarakat. Dalam
hal ini, Sunan Bonang bahu-
membahu dengan murid
utamanya, Sunan Kalijaga.
Sunan Bonang banyak melahirkan
karya sastra berupa suluk, atau
tembang tamsil. Salah satunya
adalah "Suluk Wijil" yang tampak
dipengaruhi kitab Al Shidiq karya
Abu Sa'id Al Khayr (wafat pada
899). Suluknya banyak
menggunakan tamsil cermin,
bangau atau burung laut. Sebuah
pendekatan yang juga digunakan
oleh Ibnu Arabi, Fariduddin Attar,
Rumi serta Hamzah Fansuri.
Sunan Bonang juga menggubah
gamelan Jawa yang saat itu kental
dengan estetika Hindu, dengan
memberi nuansa baru. Dialah
yang menjadi kreator gamelan
Jawa seperti sekarang, dengan
menambahkan instrumen bonang.
Gubahannya ketika itu memiliki
nuansa dzikir yang mendorong
kecintaan pada kehidupan
transedental (alam malakut).
Tembang "Tombo Ati" adalah
salah satu karya Sunan Bonang.
Dalam pentas pewayangan, Sunan
Bonang adalah dalang yang piawai
membius penontonnya.
Kegemarannya adalah
menggubah lakon dan
memasukkan tafsir-tafsir khas
Islam. Kisah perseteruan
Pandawa-Kurawa ditafsirkan
Sunan Bonang sebagai
peperangan antara nafi
(peniadaan) dan 'isbah
(peneguhan).
SHARE TWEET
Terimakasih sudah membaca artikel Walisongo-sunan bonang dengan URL http://kzue.blogspot.com/2011/01/walisongo-sunan-bonang.html. Sempatkan juga untuk membaca artikel-artikel menarik lainnya.

0 komentar:

Tulis komentar anda untuk artikel Walisongo-sunan bonang di atas!

Silahkan tinggalkan komentar anda.
Baik Sanggahan saran pesan atau tautan sejenis.
Bagi anda yang ingin berkomentar tapi tidak memiliki akun blog manapun silahkan pilih anonimous/anonim.thx