Jumat, 14 Januari 2011

Pulau Muria

Pulau Muria -

Pulau Muria

Fakta yang mengejutkan, dan selama ini belum terlalu mengemuka, adalah Gunung Muria dulu merupakan pulau yang terpisah dari Jawa. Sebelum abad ke-17, Muria dan Jawa dihubungkan oleh sebuah selat.
Fakta ini diungkap dalam kajian yang dilakukan HJ De Graaf dan Th G Pigeaud (Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa: Peralihan dari Majapahit ke Mataram; Grafiti Pers, 1985), Pramoedya Ananta Toer (Jalan Raya Pos, Jalan Daendels; Lentera Dipantara, 2005), serta Denys Lombard yang meluncurkan dua serial bukunya (Nusa Jawa: Silang Budaya, Kajian Sejarah Terpadu; Gramedia, 1996 a-b). Bagian pertama tentang batas-batas pembaratan, dan bagian kedua tentang jaringan Asia.

Ketika menggambarkan ekologi letak Demak, De Graaf dan Pigeaud menulis, {Pada zaman dahulu, Distrik Demak terletak di pantai selat yang memisahkan Pegunungan Muria dari Jawa. Sebelumnya selat itu rupanya agak lebar dan dapat dilayari dengan baik, sehingga kapal-kapal dagang dari Semarang dapat mengambil jalan pintas untuk berlayar ke Rembang. Tetapi sudah sejak abad ke-17, jalan pintas itu tak lagi dapat dilayari setiap saat{ (1985: 37).

Selanjutnya disebutkan, pada abad ke-17, selama musim hujan orang dapat berlayar dengan sampan lewat tanah yang tergenang air, mulai dari Jepara sampai Pati, di tepi Sungai Juwana. Pada tahun 1657, Tumenggung Pati mengumumkan niatnya untuk menggali saluran air baru dari Demak ke Juwana, sehingga Juwana dapat menjadi pusat perdagangan. Boleh jadi, ia ingin memulihkan jalan air lama, yang seabad sebelumnya masih bisa dipakai.

Dua sejarawan dari Belanda itu pun menggambarkan, Jepara terletak di sebelah barat pegunungan yang dahulu adalah pulau (Muria). Jepara mempunyai pelabuhan yang aman dan (semula) dilindungi tiga pulau kecil.
Letak pelabuhan ini amat menguntungkan bagi kapal-kapal dagang yang lebih besar, yang berlayar lewat pantura Jawa menuju Maluku, dan kembali ke barat.

Pada abad ke-17, ketika jalan pelayaran pintas di sebelah selatan pegunungan ini tidak lagi dapat dilayari perahu-perahu yang lebih besar, akibat pendangkalan oleh endapan lumpur, Jepara pun menjadi Pelabuhan Demak.

Dan yang menjadi penghubung antara Demak dan daerah pedalaman di Jateng adalah Sungai Serang, yang sekarang bermuara di Laut Jawa antara Demak dan Jepara. Sungai Serang pada abad ke-18 masih dapat dilayari perahu-perahu dagang yang agak kecil, setidaknya hingga Godong (kini wilayah Kabupaten Grobogan).

De Graaf dan Pigeaud (1985: 157) berani berspekulasi, daerah hulu Sungai Lusi atau Serang kini bermuara di Laut Jawa, selatan Jepara. Mungkin sungai ini dulu bermuara di selat yang dangkal yang melintasi Demak, Pati, dan Juwana, serta memisahkan Pulau Muria dari daratan Jawa.

Tidak Aktif

Sejarawan Prancis, Denys Lombard, juga punya kajian menarik. Menurutnya, di sebelah timur Semarang terdapat Gunung Muria (1.602 m), sebuah gunung api yang sudah tidak aktif lagi dan dulu merupakan sebuah pulau (1996a: 37)

Lombard melukiskan, kota-kota di sepanjang pantura timur Jawa Tengah (Demak, Jepara, Kudus, Pati, Juwana, dan Rembang) adalah pusat perniagaan laut yang ramai pada abad ke-16. Pada buku keduanya (1996b: 52), dia menulis, {Daerah kunci pesisir waktu itu terletak kira-kira di bagian tengahnya, sebelah-menyebelah selat yang ketika itu memisahkan Muria dari daratan Jawa, dan yang merupakan jalan lintas alami tempat kapal-kapal dapat berlabuh. Pusat perekonomian, politik, dan keagamaan adalah Demak yang diperintah Pangeran Trenggana (1504-1546){.
Masih tentang Pulau Muria, Lombard mengatakan, pada tahun 1940 Orsoy de Flines memulai penelitian sistematis di perbukitan Grobogan yang terbentuk dari endapan tersier, antara Semarang dan Blora. Pada zaman dulu, saat Gunung Muria masih berupa pulau, letak bukit-bukit di sekitarnya berdekatan dengan laut. Sekarang letak daerah ini agak jauh dari tepi laut.
Berdasarkan studi-studi sejarah terdahulu, Lombard bahkan berani berspekulasi jika daerah genangan air terusan dari pantai mencapai Kuwu (wilayah Kabupaten Grobogan).

Pada tahun 1967, R Soekmono membicarakan lagi beberapa kesimpulan dari laporan Orsoy de Flines dan coba menelusuri kembali tepi pantai lama, serta meyakini Kota Medang Kuno yang sering disebut dalam berbagai prasasti abad ke-9 dan ke-10 —bahkan masih dikenang dalam beberapa dongeng— terletak di tepi Sungai Lusi, di selatan bukit-bukit Grobogan, dekat Desa Kuwu sekarang.

Di situlah agaknya terletak kota pelabuhan itu, pada bagian dalam muara yang dapat dimasuki kapal, tetapi jauh dari bangunan-bangunan suci di dataran Kedu. Untuk mendukung hipotesis yang baru dapat dibenarkan setelah diadakan penggalian sistematis di daerah itu, Soekmono mengingatkan suatu kutipan dalam Xin Tangshu tentang {sumber air asin alami{ yang menyangkut He-ling. Perlu diketahui, satu-satunya sumber air asin alami di Jawa itu hanya ada di Kuwu, dekat Sungai Lusi, tempat para petani mengambil garamnya sampai sekarang.
SHARE TWEET
Terimakasih sudah membaca artikel Pulau Muria dengan URL http://kzue.blogspot.com/2011/01/pulau-muria-fakta-yang-mengejutkan-dan.html. Sempatkan juga untuk membaca artikel-artikel menarik lainnya.

0 komentar:

Tulis komentar anda untuk artikel Pulau Muria di atas!

Silahkan tinggalkan komentar anda.
Baik Sanggahan saran pesan atau tautan sejenis.
Bagi anda yang ingin berkomentar tapi tidak memiliki akun blog manapun silahkan pilih anonimous/anonim.thx